Pertama menginjakkan kaki kembali di Suaka Margasatwa Muara Angke, disambut dengan papan nama besar di atas gerbangnya bertuliskan “SUAKA MARGASATWA MUARA ANGKE, 12 JALUR DESTINASI WISATA PESISIR”.
Pemprov DKI menjadikan kawasan ini sebagai salah satu tujuan wisata pesisir selain Sentra Perikanan Muara Angke, Kawasan Sunda Kelapa, Kampung Luar Batang, Sentra Belanja Mangga Dua, Taman Impian Jaya Ancol, Bahtera Jaya Ancol, Stasiun Tanjung Priok, Jakarta Islamic Centre, Kampung Tugu, Kampung Marunda, dan Sentra Belanja Kelapa Gading (http://travel.detik.com/read/2012/05/10/091704/1913653/1025/12-destinasi-wisata-pesisir-sisi-lain-keindahan-jakarta-utara).
Melewati gerbang pertama kita berada di sebuah plaza yang cukup untuk tempat beraktivitas bagi sekitar tiga puluh orang. Tidak jauh dari sana terdapat sebuah bangunan yang sepertinya baru dan difungsikan sebagai loket masuk.
Memasuki kawasan yang dulunya berstatus Cagar Alam ini kita disuguhi suasana lain yang membuat seperti tidak berada di Jakarta, dengan kerindangan pepohonan mangrove yang didominasi oleh jenis Pidada serta sambutan keriuhan kicauan kipasan belang, remetuk laut, Cipoh kacat dan Merbah cerukcuk. Kita akan lihat pasak-pasak tajam yang muncul dari dalam tanah yang merupakan akar nafas jenis tumbuhan mangrove yang hidup disana.
Sangat disayangkan dua buah bangunan yang berada tidak jauh dari jalan masuk tampak rusak, karena terendam air pasang dari kali Angke yang berada disisi kawasan yang membawa lumpur. Gedung yang dimanfaatkan sebagai aula Nampak sudah tergenang air di dalamnya dan sedimen lumpur di luar bangunan terlihat lebih tinggi dari bangunan.
Masuk ke daerah yang lebih dalam lagi, setelah melewati hutan pidada dan nipah, kita akan menjumpai danau yang cukup luas. Kebetulan kondisinya terbuka dan sedang tidak tertutupi oleh eceng gondok yang jika kita datang pada waktu yang tepat maka kita akan lihat seluruh luasan danau tertutupi oleh eceng gondok. Di sana kita akan melihat dikejauhan Cangak abu dan Pecuk Ular bertengger di pohon dengan membentangkan sayapnya. Kita juga dapat melihat dengan leluasa Punai gading atau Pecuk Padi Kecil terbang melintas.
Sangat disayangkan fasilitas jalan papan yang dibangun pada tahun 2007 hampir separuhnya rusak parah dan tidak dapat dilewati lagi membuat pengunjung tidak dapat menikmati variasi pemandangan di dalam kawasan hingga ujung jalan papan (Edy Sutrisno – TRASHI).
Pingback: Mangrove Angke: hutan mangrove tersisa di Jakarta – Rumahijaubelokiri
Pingback: Mangrove Angke: hutan mangrove tersisa di Jakarta – Rumahijau
SEMOGA SELALU TERLINDUNGA FALORA DAN FAUNA KITA
parah banget sih itu papan sama jembatannya bahaya bisa menyebabkan kecelakaan, apakah tidak ada upaya2 perbaikan dari pihak setempat?