Kridaloka Senayan, 26 September – Suara hiruk pikuk pawai motor sempat membuat perhatian Abay dan teman-temannya beralih ke puluhan motor yang lewat beriringan menuju event pameran otomotif. Tapi itu tak berlangsung lama, arah mata mereka pun kembali ke seekor Bunglon Taman (Calotes versicolor). Jelas ini lebih menarik! Bunglon itu masih berpose manis di pohon, jaraknya begitu dekat, seakan memang minta untuk difoto.
Sore itu Abay (Biological Bird Club “Ardea”, Universitas Nasional Jakarta) bersama 18 orang dari kelompok pecinta alam Stacia, UMJ dan kelompok Sispala (Siswa Pecinta Alam) SMAN 7 Jakarta, melakukan pengamatan satwa liar di Taman Kridaloka, Senayan, Jakarta. Kegiatan ini merupakan kerjasama Transformasi Hijau dengan Biological Bird Club “Ardea” Fakultas Biologi Universitas Nasional, dan Biodiversity Warriors Yayasan KEHATI.
“Kegiatan ini bertujuan untuk melihat potensi yang dimiliki oleh ruang terbuka hijau di Jakarta melalui kegiatan monitoring keanekaragaman hayati Taman Kridaloka, Senayan-Jakarta Pusat,” kata Abay.
Kegiatan pengamatan/monitoring tersebut akan dilakukan secara rutin setiap minggu hingga bulan Oktober. Hari ini (26 September) adalah kegiatan pertama, pengamatan akan dilakukan dua kali, yaitu pada pukul 7-10 pagi hari dan pukul 2-5 sore. Jadwal kegiatan monitoring ini dapat dilihat disini.
“Kami berharap monitoring ini dapat memberikan pemahaman pada generasi muda tentang keanekaragaman hayati di perkotaan dan mampu membekali mereka dengan kemampuan mengidentifkasi satwa liar yang tersisa di Jakarta kemudian dapat menyebarluaskan informasi tentang pentingnya ruang terbuka hijau dan keanekaragaman hayati di dalamnya,” ujar Adam Komara Sudrajat, ketua Biological Bird Club “Ardea” Fakultas Biologi Universitas Nasional, Jakarta dan juga salah satu Biodiversity Warriors Yayasan KEHATI.
Bunglon taman bukan satu-satunya satwa liar yang mereka temui. Sebanyak 24 jenis burung, 2 jenis reptil, dan 1 jenis kupu-kupu ditemukan dan diidentifikasi selama kegiatan tersebut. Salah satu jenis burung yang berhasil diamati yaitu Burung Madu Kelapa (Anthreptes malacensis). Burung ini masuk ke dalam Peraturan Republik Indonesia UU No 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya dan PP No 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.
Burung Madu Kelapa merupakan salah satu bioindikator yang baik untuk mengetahui kawasan yang keanekaragaman hayatinya berlimpah, termasuk juga perubahan dan masalah lingkungan yang ada. Pada umumnya, suatu kawasan yang memiliki keanekaragaman jenis burung yang berlimpah, keanekaragaman hayati lainnya seperti flora dan satwa lainnya juga berlimpah, karena burung dapat menjadi bioindikator yang baik untuk mengetahui bagus atau tidaknya suatu kawasan. Selain itu, berkurangnya keanekaragaman jenis burung pada suatu kawasan, juga mengindikasikan adanya degradasi lingkungan pada kawasan tersebut.
Dengan kata lain, Taman Kridaloka masih menyimpan keanekaragaman hayati yang dapat menjadi daya tarik bagi masyarakat untuk datang ke ruang terbuka hijau dan memanfaatkannya secara positif. Selain itu, hal tersebut juga bisa menjadi pengingat bagi pemerintah untuk dapat menambah luasan ruang terbuka hijau. Karena saat ini Provinsi DKI Jakarta hanya memiliki kurang lebih 9% ruang terbuka hijau dari total luas wilayahnya.
(Ahmad Baihaqi/Abay & Transformasi Hijau)
[FAG id=627]
emhhh seru banget bacaannya,, ada bacaan lainnya ga?
apakah taman Kridaloka terbuka untuk umum? soalnya kan disana menjadi habitat juga untuk beberapa flora dan fauna, apakah tidak mengganggu jika taman tersebut terbuka untuk umum?