Berkemah di bumi perkemahan seperti sudah lumrah dilakukan. Pada bulan Oktober lalu, Trashi memfasilitasi kegiatan perkemahan di Pulau Rambut, Kepulauan Seribu. Kegiatan yang disebut Ecocamp dan diikuti oleh 24 siswa Sekolah Alam Cikeas ini difasilitasi oleh tim Young Transformers, yaitu Ulfah, Yusuf, Dewi , Tata dan Kak Seken.
Perjalanan dimulai dari Suaka Margasatwa Muara Angke (SMMA). Di lokasi ini, peserta diajak berkeliling melakukan pengenalan kawasan SMMA, sebuah kawasan konservasi terkecil di Indonesia yang memiliki luasan 25,02 ha. Setelah selesai berkeliling SMMA kami mulai memasukkan barang dan memakai pelampung keselamatan.
Sepanjang perjalanan tersebut kami melihat begitu banyak burung yang terbang untuk mencari makan di sepanjang aliran Kali Angke. Namun pemandangan tersebut bertolak belakang dengan adanya sampah, sehingga memaksa burung di sana harus mengais sampah yang terapung di air untuk mencari makan. Melewati muara, kami melihat proyek pembangunan pulau buatan di Teluk Jakarta. Sebuah megaproyek yang dapat mengganggu kelesetarian dan kestabilan ekosistem lahan basah di SMMA. Waktu tempuh dari SMMA sampai Pulau Rambut memakan waktu 2 jam.
Setibanya di Pulau Rambut, kami segera mendirikan tenda sesuai kelompok. Kemudian dilanjutkan dengan pengamatan burung. Sebelumnya ada pengarahan singkat tentang cara pengamatan burung dari Tata dan Dewi. Kelompok peserta yang berjumlah 24 orang tersebut kemudian dibagi menjadi 4 kelompok pengamatan. Pada pukul 13.45 pengamatan burungpun dimulai. Di sepanjang perjalanan kami melihat burung jenis Cangak abu, Cangak merah, Pecuk ular, Kuntul perak, Kuntul kerbau. Ujung dari jalur pengamatan burung ini adalah menara pengamatan pulau. Kami menaiki menara setinggi 25 meter tersebut untuk melihat burung dari atas.
Pengamatan burung selesai pukul 16.15, kemudian kami langsung menuju tenda. Pada perjalanan tersebut kami melihat biawak yang cukup besar. Acara selanjutnya adalah acara santai. Beberapa orang peserta memanfaatkan kesempatan itu untuk bermain air di pantai sambil menunggu matahari terbenam.
Selesai bermain air ria, kamipun mulai memasak yang kami bawa namun, kami mulai krisis air. Air galon yang kami tunggu tidak datang-datang, segera kami berinisiatif untuk meminta tolong petugas disana yang hendak pulang untuk membeli air galon di Untung Jawa. Dalam krisis air ini kami mulai mengatur dalam memakainya dan memaknai air yang tersisa ini sebelum air selanjutnya datang. Meskipun begitu adik-adik Sekolah Alam Cikeas menjadi lebih menghargai sesuatu jangan menghamburkannya karna jika tinggal sedikit kita jadi kerepotan, semuanya bisa mengerti dan memaknai betapa berartinya air itu.
Saat saya dan teman-teman bingung harus masak apa, karena saya dan teman-teman hanya membawa mie instan. Tak lama datang Kak Seken membawa “Gurita “ woow . “ kita makan ini ?” tanya saya. “Ia fah, makan gurita lumayan ni enak tau” kata Tata. Hmm ini pertama kalinya bagi saya mencoba makan gurita, saya penasaran apakah benar enak. Kamipun memutuskan untuk membakar guritanya dan sebagian di gabung dalam saus spageti. Menjelang malam krisis airpun semakin parah, kami hanya berharap bapa petugas segera datang membawa air pesanan kami.
Dan akhirnya airpun datang meski hanya 1 galon tapi kami amat bersyukur, mulai lah mengantri untuk minum tidak sampe setengah jam air galon tinggal setengah. Malam hari pun tiba, sungguh keadaan di sana gelap gulita tidak ada penerangan hanya pada pos jaga yang diberi penerangan.
Awalnya kami ingin melakukan kegiatan pengamatan herpetofauna bersama Kak Seken. Namun harus dibatalkan karena kondisi yang tidak memungkinkan. Acarapun berlanjut dengan sesi materi herpetofauna. Selesai materi, kamipun tidur pada pukul 24.00.
Pagi haripun tiba, terdengar ramai sekali suara para burung keluar untuk mencari makan. Pagi ini dibuka dengan senam bersama dan dilanjutakn dengan pengamatan burung di menara pengamatan. Kegiatan ini dilakukan untuk membandingkan aktifitas burung di waktu pagi dan sore hari. Sesampainya di menara, dari atas terlihat banyak burung yang bermunculan di pagi hari.
Usai pengamatan, kami kembali ke tenda untuk membuat sarapan dan berkemas dan dilanjutkan dengan penanaman mangrove di tepi pantai. Setiap peserta wajib menanam 2 bibit mangrove. Harapannya, semoga bibit mangrove tersebut akan tumbuh dan menjaga Pulau Rambut dari pengikisan oleh air laut. Perjalanan kemudian berlanjut ke pulau tetangga, Pulau Untung Jawa untuk makan siang di sana.
Kesempatan selama di Untung Jawa dimanfaatkan oleh siswa Sekolah Alam Cikeas untuk mewawancarai para pedaganag di pulau. Dan akhirnya makananpun akhirnya matang, setelah 1 hari 1 malam jauh dari peradaban. Kamipun makan dengan lahap, makan siang bermenu ikan bakar, sotong goreng dengan terigu, cah kangkung dan jeruk sebagai pencuci mulut. Selesai makan siang kamipun segera bergegas pulang kembali menuju SMMA.
Sepanjang perjalanan pulang tersebut, perahu kami sering terhenti akibat belitan sampah di baling-baling. Ayo teman-teman yang pernah buang sampah ke sungai mungkin yang nyangkut adalah sampah kalian. Kawan sadarlah, membuang sampah ke sungai merugikan lingkungan dan banyak orang. Jadi buanglah sampah pada tempatnya ya. (Ulfah Wulandari – TRASHI).