JAKARTA, KOMPAS.com — Kawasan Asia Timur-Pasifik telah mengalami pertumbuhan ekonomi yang luar biasa. Akan tetapi, masih ada 170 juta orang di kawasan ini yang belum memiliki saluran listrik, dan sebanyak 1 miliar penduduk masih menggunakan bahan bakar padat untuk memasak.
“Di Asia Timur dan Pasifik, satu miliar orang di kalangan terbawah masih menghadapi kekurangan energi dan kurangnya akses untuk solusi energi modern,” ujar John Roome selaku Direktur Bank Dunia untuk Pembangunan Berkelanjutan, Kawasan Asia Timur dan Pasifik, di Jakarta, Selasa (18/10/2011). Oleh karena masih banyak penduduk yang bergantung pada bahan bakar padat, lanjut John, maka polusi udara dalam ruangan akan terus menjadi faktor risiko kesehatan, terutama berisiko bagi perempuan dan anak-anak.
Apa yang ia kemukakan ini merupakan bagian dari laporan Bank Dunia bersama dengan AusAID dengan judul “One Goal, Two Paths: Achieving Universal Access to Modern Energy in East Asia and Pacific”.
Laporan ini menjabarkan sejumlah program yang ambisius untuk mengatasi masalah kekurangan energi di kawasan ini pada 2030. Dengan begitu, laporan ini diharapkan dapat mendorong pemerintah bekerja melalui dua jalur secara simultan. Jalur pertama, pemerintah di kawasan ini diharapkan dapat mencapai akses universal bagi listrik dengan cara akselerasi. Apakah itu melalui program-program jaringan listrik ataupun di luar jaringan. Termasuk juga menyediakan layanan yang lebih efisien untuk rumah tangga.
Selain itu, pada jalur kedua, pemerintah diharapkan juga dapat meningkatkan akses untuk bahan bakar memasak yang lebih ramah lingkungan. Misalnya, dengan penggunaan gas natural, gas cair, hingga biogas. Tidak hanya sebatas bahan baku saja, pemerintah juga diharapkan menyediakan kompor masak yang lebih canggih, terutama di daerah pedesaan miskin. Ini akan membantu peningkatan kesehatan dan mengurangi jumlah kematian prematur. Itu karena, berdasarkan catatan Bank Dunia, sebanyak 600.000 orang meninggal di kawasan ini setiap tahunnya akibat polusi dalam ruangan.
“Kedua jalur ini sangat terjangkau. Biaya yang diperlukan diperkirakan mencapai 78 miliar dollar AS untuk dua dekade mendatang bagi kawasan untuk mencapai akses universal untuk listrik, bahan bakar modern untuk memasak dan kompor memasak yang canggih,” tambah Dejan Ostojic selaku penulis utama laporan.
Memang, lanjut dia, cara ini memakan biaya 40 persen lebih tinggi dari biaya dengan skenario“business as usual,” untuk jangka waktu yang sama. Namun, masih lebih kecil apabila dibandingkan dengan PDB regional.
( http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2011/10/18/10541149/1.Miliar.Orang.Kekurangan.Energi )