Prashanta berbagi pengalaman kampanye di Nepal |
Selasa, 30 Juni 2011. Sosial media merupakan salah satu fenomena menarik yang sedang digandrungi banyak orang saat ini, baik remaja maupun orang tua. Penggunaan sosial media selain untuk jaringan pertemanan atau jual beli online ternyata bisa digunakan untuk berkampanye. Kampanye melalui sosial media merupakan hal yang unik dan menarik, karena bisa dilakukan dari rumah atau warnet.
Melihat potensi sosial media dalam kampanye lingkungan, Yayasan KEHATI melakukan diskusi terbatas antar komunitas yang dilangsungkan di kantor KEHATI pada selasa (30/06) lalu. Peserta yang terlibat dalam diskusi ini berasal dari Transformasi Hijau, staff KEHATI, Teens Go Green dan WiserEarth. Diskusi ini menarik, karena narasumbernya adalah 2 orang mahasiswa S2 yang saat ini sedang magang di Indonesia. Tentunya, mereka sudah berpengalaman dengan kampanye lingkungan dan pemanfaatan sosial media.
Narasumber pertama adalah Prashanta Khanal, berasal dari Nepal. Prashanta adalah mahasiswa magang di LSM Komite Penghapusan Bensin Bertimbel (KPBB). Di sesi pertama ini, Prashanta berbagi tentang How to Build A Campaign. Keterlibatan dia di Clean Air Initiative for Asia Cities dan juga Asia Nepalese Youth Climate Action membuat presentasinya menarik untuk diikuti.
“To make a good campaign, you have to have enough data. So do research, research and research” jelas Prashanta. Sebuah kampanye tanpa didukung data yang kuat seperti gajah tanpa gading. Tidak akan memberikan dampak yang maksimal. Agar kelompok sasaran kampanye mengerti pesan yang disampaikan, gunakan bahasa yang sederhana dan mudah ditangkap orang, dan juga harus menarik perhatian (eye catching) tambah Prashanta.
Presentasi kedua dilanjutkan oleh Nithin Coca, seorang mahasiswa magang di Yayasan KEHATI. Nithin berasal dari Universitas Columbia, Amerika. Pengalamannya selama bekerja dengan Sierra Club dan penggunaan sosial media untuk menyampaikan isu lingkungan sangat menarik.
Dalam presentasinya, Nithin mengambil judul Social Media for a Good Cause. Dia memberikan contoh penggunaan twitter ketika Obama berkampanye menjadi presiden Amerika. Dukungan warga sangat besar pada Obama, karena penggunaan media sosial tersebut. “Amerika, sebagai pengguna internet yang cukup tinggi bisa mempengaruhi kebijakan pemerintah. Sebagai contoh, warga kota Atlanta pernah menolak pembangunan jalan layang yang akan menembus hutan lindung kota mereka. Melalui kampanye yang gencar dengan memanfaatkan jejaring sosial media, akhirnya jalan itu tidak jadi dibangun” jelas Nithin.
Melihat pengalaman di Amerika, ternyata pengaruh sosial media saat ini sangat besar dalam mengubah kebijakan pemerintah. Tingginya pengguna internet di Indonesia, bisa menjadi peluang besar melakukan kampanye perbaikan lingkungan melalui sosial media tambahnya. Beberapa orang dan lembaga sosial pernah memanfaatkan kebebasan akses internet saat ini. Prashanta berbagi pengalamannya ketika mendapat bantuan panduan pembuatan kampanye lingkungan di Nepal. Ada sebuah lembaga, 10 tactics, yang memfokuskan kegiatannya pada pengembangan kampanye kreatif. 10 tactics (www.informationactivism.org) menyediakan berbagai panduan pembuatan kampanye yang menarik. Uniknya mereka menyediakan semua bahan pelatihan itu secara cuma-cuma.
Mengambil pelajaran dari komunitas di Amerika dan Nepal, kalau teman-teman pusing mau update status apa, mulailah menulis tentang kampanye lingkungan di sekitarmu. Suarakan ide pelestarian lingkungan melalui statusmu. Ubah dunia dengan jarimu. (Hendra Aquan – Funraiser TRASHI)