Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah BPLHD DKI Jakarta mengakui 13 sungai di Jakarta berada dalam kondisi memprihatinkan karena 80% sungai tersebut sudah dalam kondisi tercemar. Demikian diakui Rusman mewakili Kepala BPLHD di Kedai Tempo, 21 Juni 2011, dalam diskusi publik bertajuk “Bagaimana Membenahi Kualitas Air Kali Pesanggrahan?” yang diselenggarakan secara on air oleh Green Radio 89,2 FM.
Dalam diskusi ini hadir Suprapto dari Kasubdit Wilayah III Ditjen Sungai dan Pantai SDA Kementerian Pekerjaan Umum. Hendra Aquan dari Transformasi Hijau, dan Yudi mewakili Vice President Group Comunication & Corporate Sustainability HSBC. Water Warrior adalah program HSBC dalam kepeduliannya terhadap lingkungan hidup yang lebih baik.
Antasena, moderator diskusi mengungkapakan bahwa 863 perusahaan tidak memiliki Izin Pembuangan Limbah Cair (IPLC), dan mempertanyakan upaya apa yang dilakukan pemerintah untuk membenahi kualitas air tercemar.
Aftrinal S. Lubis, Manager Program Ecovillage KpSHK, pada kesempatan diskusi meminta ketegasan Ditjen Sungai dan Pantai SDA Kementerian Pekerjaan Umum, bahwa persoalan yang mendasar adalah tata ruang. Kembalikan penyimpangan peruntukan dan penggunaan lahan di sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) sebagai areal terbuka hijau.
Penyempitan alur sungai akibat bantarannya banyak digunakan untuk pemukiman penduduk juga menjadi salah satu penyebab terjadinya banjir. Idealnya, lahan di sepanjang DAS ini ditertibkan dan peruntukannya dikembalikan sebagai jalur areal terbuka hijau minimal 5 meter ditambah jalan inspeksi untuk perawatan sungai dan penghijauan agar tetap berfungsi secara optimal. Inal menambahkan “di Jakarta rumah-rumah dibangun membelakangi sungai, seharusnya rumah mengahdap ke sungai, sehingga masyarakat tidak dengan mudah membuang sampah ke sungai di belakang rumah”.
Kepada BPLHD DKI Jakarta, KpSHK menghimbau agar peran serta masyarakat dalam pemberian IPLC kepada perusahaan harus lebih ditingkatkan, selama ini penerbitan IPLC oleh Bupati dengan peran warga hanya diwakili oleh kepala desa/lurah sehingga untuk masa yang akan datang perlu keterlibatan langsung warga sekitar perusahaan untuk diikusertakan dalam pembahasan penerbitan IPLC, sehingga masyarakat mengetahui karakter limbah dan dampaknya terhadap lingkungan disekitar mereka. Seperti yang dilakukan HSBC “Water Warior” dengan melibatkan siswa-siswi SMA di Jakarta, Teen Voice, Transformasi Hijau dan Green Radio melakukan penelitian lapangan kualitas air Kali Pesanggrahan.
Suprapto menanggapi, bahwa tata ruang memang bagian dari PU, tidak bisa serta-merta, perlahan-lahan dibeberapa kota seperti di Surabaya dan Solo sudah ditata perumahan menghadap ke sungai, jadi sungai-jalan-rumah, ada usaha keras PU kabupaten maupun kota dan propinsi untuk sejalan dengan ide KpSHK, namun membutuhkan waktu dan investasi besar, tapi ini menjadi obsesi PU bahwa sungai menjadi halaman depan rumah.
Suprapto menerangkan bahwa 27.000 m3 sampah harian di Jakarta, sepertiganya masuk ke sungai. Mohon perhatian masyarakat akan 3R (Reduce, Reuse, dan Recycle), sehingga sungai enak dilihat, tidak bau, segar bisa untuk mandi. Termasuk peghijauan telah dilakukan oleh PU. “Kehidupan adalah anugerah Tuhan. Adanya Kehidupan karena adanya Air. Mempertahankan keberadaan air secara berkelanjutan, berarti mempertahankan kehidupan, dan berarti pula kita mempertahankan anugerah Tuhan” tutup Suprapto.
Pemprov mempunyai komitmen, dalam suatu acara pemprov pernah menggelar tema “Sungai adalah Halaman Depan Rumahku” dengan harapan seperti yang disebutkan KpSHK.
Tentang IPLC, BPLHD DKI mendukung 100%, bila perlu ada banyak kriteria keluar izin, namun sasarannya bagaimana mengolah limbah cair itu agar semakin baik sebelum masuk kedalam sungai.
Melalui dukungan Caritas Australia, KpSHK telah menerbitkan satu alat permainan tentang siklus air, Game Board Ikuti Cai (ikuti air), bertujuan agar para pengguna atau pemanfaat air dari sumber-sumber air semisal mata air, sungai, dan air hujan memahami tentang asal muasal air dan persoalannya. Ketersediaan dan kebersihan air, saat ini menjadi persoalan serius. Bahkan bila dikaitkan dengan keberadaan hutan, air menjadi unsur penting dari keberadaan hutan. Hutan berfungsi sebagai wilayah tangkapan air (water catchment area) dan penahan erosi saat curah hujan tinggi di satu wilayah.