Lima orang keluarga lingkungan BEM FMIPA UI berangkat menuju suaka  margasatwa terkecil di Indonesia, Muara Angke. Kami berlima berangkat  pada hari Jumat, 25 Maret 2011 pukul 19.30 dari Depok. Berangkat  menggunakan KRL ekonomi, minibus, angkot dan berhasil sampai di tempat  tanpa nyasar pukul 22.00. Sesampainya di sana, menunggu teman-teman  panitia lain yang belum datang, kami berjalan-jalan di atas jembatan  kayu menyusuri hutan mangrove. Sorot lampu membuat langit berwarna  orange. Lampu-lampu rumah di pantai indah kapuk juga terlihat. Di ujung  jembatan kami berlima duduk sambil bercengkrama hingga tengah malam. Di  kelilingi pohon mangrove, beradai di atas air, ditemani hewan-hewan tak  terlihat, suara jangkrik, monyet, dan deru angin. Esok kami membutuhkan  banyak tenaga untuk membersihkan sampah-sampah di rawa, saatnya tidur di  dalam wisma ramai-ramai.
Sabtu pagi yang indah dengan udara segar. Hutan yang gelap kini  tampak terang, rimbun dan hijau. Sebelum acara Trash Buster dimulai pada  pukul 08.00 panitia melakukan briefing dan survey lokasi. Memastikan  jalan jembatan masih bisa dilalui. Kondisinya memang tidak seperti dua  tahun lalu ketika aku kesana. Kayu-kayu melapuk dan bolong di beberapa  bagian. Bang Suhud sebagai leader membagi tugas kepada kami menjadi PJ  (Penanggung Jawab) di 5 titik yang sudah dibagi. Tugas kami adalah  mengkoordinasikan dan mengarahkan teman-teman yang nanti akan  membersihkan sampah.
Acara dimulai dan kami sudah berada di titik masing-masing. Sarung  tangan plastik, serokan, jaring sampah, karung sampah, gerobak sudah  didistribusikan di masing-masing titik. Anak-anak SMA yang sudah datang  sejak pagi bersiap terjun ke rawa yang penuh dengan sampah. Dengan kaos  acara World Water Day 2011 warna biru yang dibagikan oleh panitia  menambah kekompakan semua orang yang datang. Satu, dua, tiga semua  bekerja. Tidak hanya anak-anak SMA, ibu-ibu, bapak-bapak, mahasiswa,  guru, anak SMP, dari berbagai kalangan yang peduli akan lingkungan hadir  di acara ini.
Sampah memang menjadi masalah yang memprihatinkan disini. Akar-akar  mangrove yang digunakan untuk bernapas terlilit oleh sampah plastik.  Lama-lama pohon mangrove mati jika plastic-plastik itu tidak diangkat.  Air tercemar, banyak enceng gondok yang tumbuh, terjadilah pendangkalan.  Kami memisahkan sampah-sampah plastik dan organik. Dua jam berjibaku  mengangkat sampah ke permukaan, memasukkannya ke dalam karung kemudian  menimbangnya untuk dicatatat dan dimasukkan dalam truk pengangkut sampah  yang sudah menunggu di depan.
Jangan sampai ekosistem mangrove harus mati karena kelalaian manusia  menjaga lingkungannya. Negara kita ini indah, memiliki kekayaan alam  yang melimpah, namun warganya sendiri jugalah yang merusaknya. Sungguh  ironi. Acara ini tepat selesai pukul 12 siang. Kami membersihkan lumpur  dengan air bersih dari PAM. Acara ditutup dengan pembacaan hasil sampah  yang kami kumpulkan, yaitu 1000 kg (1 ton). Rasa lelah yang kami rasakan  terbayar dengan pengalama luar biasa sehari semalam bersama teman-teman  pecinta lingkungan. 
 


